Sebuah fitnah besar menimpa pemuda pemudi pada zaman sekarang. Mereka
terbiasa melakukan perbuatan yang dianggap wajar padahal termasuk
maksiat di sisi Alloh subhanahu wa ta’ala. Perbuatan tersebut adalah
“pacaran”, yaitu hubungan pranikah antara laki-laki dan perempuan yang
bukan mahrom. Biasanya hal ini dilakukan oleh sesama teman sekelas atau
sesama rekan kerja atau yang lainnya. Sangat disayangkan, perbuatan keji
ini telah menjamur di masyarakat kita. Apalagi sebagian besar stasiun
televisi banyak menayangkan sinetron tentang pacaran di sekolah maupun
di kantor. Tentu hal ini sangat merusak moral kaum muslimin. Namun,
anehnya, orang tua merasa bangga kalau anak perempuannya memiliki
seorang pacar yang sering mengajak kencan. Ada juga yang melakukan
pacaran beralasan untuk ta’aruf (berkenalan). Padahal perbuatan
ini merupakan dosa dan amat buruk akibatnya. Oleh sebab itu, mengingat
perbuatan haram ini sudah begitu memasyarakat, kami memandang perlu
untuk membahasnya pada kesempatan ini.
Pacaran dari Sudut Pandang Islam
Pacaran
tidak lepas dari tindakan menerjang larangan larangan Alloh subhanahu
wa ta’ala. Fitnah ini bermula dari pandang memandang dengan lawan jenis
kemudian timbul rasa cinta di hati—sebab itu, ada istilah “dari mata
turun ke hati”— kemudian berusaha ingin memilikinya, entah itu dengan
cara kirim SMS atau surat cinta, telepon, atau yang lainnya. Setelah
itu, terjadilah saling bertemu dan bertatap muka, menyepi, dan saling
bersentuhan sambil mengungkapkan rasa cinta dan sayang. Semua perbuatan
tersebut dilarang dalam Islam
karena merupakan jembatan dan sarana menuju perbuatan yang lebih keji,
yaitu zina. Bahkan, boleh dikatakan, perbuatan itu seluruhnya tidak
lepas dari zina. Perhatikanlah sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa
sallam:
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki
itu berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan
dan beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau
mendustakannya.” (H.R. Muslim: 2657, alBukhori: 6243)
Al Imam an Nawawi rahimahullah
berkata: “Makna hadits di atas, pada anak Adam itu ditetapkan bagiannya
dari zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki
dengan memasukkan farji (kemaluan)nya ke dalam farji yang haram. Ada yang zinanya secara majazi (kiasan)
dengan memandang wanita yang haram, mendengar perbuatan zina dan
perkara yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di
mana tangannya meraba wanita yang bukan mahromnya atau menciumnya, atau
kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau melihat zina,
atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya, atau melakukan pembicaraan
yang haram dengan wanita yang bukan mahromnya dan semisalnya, atau ia
memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi.” (Syarah Shohih Muslim: 16/156157)
Adakah
di antara mereka tatkala berpacaran dapat menjaga pandangan mata mereka
dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah (bukan mahrom) atau lak-ilaki ajnabi (bukan mahrom) termasuk perbuatan yang diharamkan?!
Ta’aruf Dengan Pacaran, Bolehkah?
Banyak orang awam beranggapan bahwa pacaran adalah wasilah (sarana) untuk berta’aruf (berkenalan).
Kata mereka, dengan berpacaran akan diketahui jati diri kedua ‘calon
mempelai’ supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget lagi dengan sikap
keduanya dan bisa saling memahami karakter masing-masing. Demi Alloh,
tidaklah anggapan ini dilontarkan melainkan oleh orang-orang yang
terbawa arus budaya Barat dan hatinya sudah terjangkiti bisikan setan.
Tidakkah mereka menyadari bahwa yang namanya pacaran tentu tidak terlepas dari kholwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath (lakilaki dan perempuan bercampur baur tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal semua itu telah dilarang dalam Islam.
Perhatikanlah tentang larangan tersebut sebagaimana tertuang dalam sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:
“Sekalikali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahromnya.” (H.R. alBukhori: 1862, Muslim: 1338)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa larangan bercampur baur dengan wanita yang bukan mahrom adalah ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Fathul Bari: 4/100)
Oleh
karena itu, kendati telah resmi melamar seorang wanita, seorang
lakilaki tetap harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan
diterima pinangannya itu tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan
bercanda dengan wanita yang akan diperistrinya, bebas surat menyurat, bebas bertelepon, bebas berSMS, bebas chatting, atau bercakap-cakap apa saja. Wanita tersebut
Adakah Pacaran Islami?
Ada
lagi pemudapemudi aktivis organisasi Islam—yang katanya punya semangat
terhadap Islam—disebabkan dangkalnya ilmu syar’i yang mereka miliki dan
terpengaruh dengan budaya Barat yang sudah berkembang, mereka
memunculkan istilah “pacaran islami” dalam pergaulan mereka. Mereka
hendak tampil beda dengan pacaranpacaran orang awam. Tidak ada saling
sentuhan, tidak ada pegangpegangan. Masingmasing menjaga diri. Kalaupun
saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang
Islam, tentang dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan berdzikir
kepada Alloh q serta mengingatkan tentang akhirat, surga, dan neraka.
Begitulah katanya!
Ketahuilah, pacaran yang diembelembeli Islam
ala mereka tak ubahnya omong kosong belaka. Itu hanyalah makar iblis
untuk menjerumuskan orang ke dalam neraka. Adakah mereka dapat menjaga
pandangan mata dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah atau lakilaki ajnabi termasuk perbuatan yang diharamkan?! Camkanlah firman Alloh
“Katakanlah
(wahai Muhammad) kepada lakilaki yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka,
yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Alloh Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanitawanita
yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka
dan memelihara kemaluan mereka” …. (Q.S. anNur [24]: 3031)
Tidak
tahukah mereka bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi
laki-laki? Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (H.R. al-Bukhori: 5096)
Segeralah Menikah Bila Sudah Mampu
Para
pemuda yang sudah berkemampuan lahir dan batin diperintahkan agar
segera menikah. Inilah solusi terbaik yang diberikan Islam karena dengan
menikah seseorang akan terjaga jiwa dan agamanya. Akan tetapi, jika
memang belum mampu maka hendaklah berpuasa, bukan berpacaran. Rosululloh
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian
telah mampu menikah maka segeralah menikah karena sesungguhnya menikah
itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barang siapa
yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa menjadi benteng
(dari gejolak birahi).” (H.R. al-Bukhori: 5066)
Al-Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Yang dimaksud mampu menikah adalah mampu berkumpul dengan istri dan memiliki bekal untuk menikah.” (Fathul Bari: 9/136)
Dengan
menikah segala kebaikan akan datang. Itulah pernyataan dari Alloh
subhanahu wa ta’ala yang tertuang dalam Q.S. ar-Rum [30]: 21. Islam
menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya tempat pelepasan hajat birahi
manusia terhadap lawan jenisnya. Lebih dari itu, pernikahan sanggup
memberikan jaminan dari ancaman kehancuran moral dan sosial. Itulah
sebabnya Islam selalu mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi
manusia untuk segera melaksanakan kewajiban suci itu.
Nasihat
Janganlah
ikut-ikutan budaya Barat yang sedang marak ini. Sebagai orang tua,
jangan biarkan putra-putrimu terjerembab dalam fitnah pacaran ini.
Jangan biarkan mereka keluar rumah dalam keadaan membuka aurat, tidak
memakai jilbab, atau malah memakai baju ketat yang membuat pria terfitnah dengan penampilannya. Perhatikanlah firman Alloh subhanahu wa ta’ala:
Hai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Alloh adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. alAhzab [33]: 59)
Kamis, 08 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar